Manusia
dan Keadilan
Keadilan menurut Ariestoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan di sini diartikan sebagai titik
tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang menyangkut dua orang atau benda.
Jadi, bila ada dua orang yang mempunyai kesamaan yang sudah ditetapkan maka
masing-masing orang akan memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak
sama maka terjadilah pelanggaran terhadap propisisi yang berarti ‘ketidak
adilan’.
Keadilan menurut Plato diproyeksikan pada
diri manusia. Sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan
diri, dan perasaan dikendalikan oleh akal.
Keadilan menurut Socrates merupakan
keadilan yang tercipta bila warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah
sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
Keadilan menurut Kong Hu Cu adalah keadilan
terjadi apabila anak sebagai anak, ayah sebagai ayah, dan raja sebagai raja
yang masing-masing melakukan kewajibannya, tetapi ini terbatas pada nilai-nilai
tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Keadilan menurut pendapat yang lebih umum
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang Antara hak dan kewajiban. Jadi
lebih detailnya, keadilan merupakan keadaan dimana setiap orang memperoleh apa
yang menjadi haknya dan setiap orang mmperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama.
Keadilan
Sosial
Panitian
ad-hoc majelis permusyawarahan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan,
yaitu:
“Sila keadilan social mengandung prindip
bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang
hokum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
Dalam
ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman
pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan, yaitu:
“Dengan sila keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan social dalam kehidupan masyarakat Indonesia”.
Asas
yang menuju dan terciptanya keadilan social itu akan dituangkan dalam berbagai
langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu :
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja.
- Pemerataan kesempatan berusaha.
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
- Pemerataan kesempatan memperoleh kesempatan memperoleh keadilan.
Berbagai
Macam Keadilan
A. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Dalam suatu masyarakat yang adil setiap
orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya
(The man behind the gun). Pendapat Plato disebut ‘Keadilan Moral’ sedangkan
Sunoto menyebutnya ‘Keadilan Legal’.
Keadilan timbul karena penyatuan dan
penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras yang membentuk suatu masyarakat
dan terwujud bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik
.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur
tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras karena
akan menciptakan pertentangan dan ketidakselarasan.
B. Keadilan
Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan
terlaksana bilamana hal-hal yang saa diperlukan secara sama dan yang tidak sama
diperlakukan secara tidak sama (Justice is done when equals are treated
equally).
C. Keadilan
Komutatif
Keadilan komutatif bertujuan untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles semua
tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak
atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Kejujuran
Kejujuran adalah apa yang dikatakan
seseorang sesuai dengan hati nuraninya yang bersih dari perbuatan yang dilarang
oleh agama dan hukum bahwa pernyataannya yang dikatakan itu sesuai dengan
kenyataan yang benar adanya. Jujur berarti juga menepatin janji atau
kesanggupan melalui kata-kata yang masih terkandung dalam hati nurani yang
berupa kehendak, harapan, dan niat.
Sikap jujur perlu dipelajari oleh
setiap orang, Karen jujur mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut
kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta
menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Barangsiapa berkata jujur
serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar dan
barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya atau tidak menepati janji dan
kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas
kasihan Tuhan. Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi.
Untuk mempertahankan kejujuran,
berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun, demi sopan santun dan pendidikan,
orang diperbolehkan berkata tidak jujur sampai pada batas-batas yang dapat
dibenarkan.
Kecurangan
Curang atau kecurangan adalah apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nurani atau orang tgersebut hatinya
memang sudah bermaksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan
yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat,
yang paling kaya, senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita dan
biasanya tidak senang apabila ada yang melebihi kekayaannya. Hal seperti itu
dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
Pemulihan
Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga
dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika menjadi orang yang
teladan bagi orang /tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang
tak ternilai harganya. Betapa besar nama baik itu sehingga nyawa menjadi
taruhannya.
Penjagaan
nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Yang dimaksud
dengan tingkah laku dan perbuatan itu adalah cara berbahasa, cara bergaul,
sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang
dihalalkan agama dan lain sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan yang
baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai kodrat manusia, yaitu :
·
Manusia
menurut sifat dasarnya adalah mahkluk moral.
· Ada
aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan
dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Ada
tiga macam godaan yaitu, derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak
dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus ke jurang kenistaan
karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan
mempergunakan jalan yang tidak wajar. Ada
godaan halus yaitu membanggakan kekuasaan, kebesarannya dan kepandaiannya.
Semua itu mengundang arti kesombongan.
Untuk memulihkan nama baik, manusia
harus bertobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir,
melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat budi darma dengan
memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesame hidup yang perlu ditolong
dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap
rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas
perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa dan
seimbang, tingkah laku yang serupa dan seimbang. Pembalasan disebabkan oleh
adanya pergaulan. Pergaulan yang baik akan mendapat balasan yang bersahabat,
tetapi pergaulan yang buruk akan mendapat balasan yang tidak bersahabat juga.
Pada dasarnya, manusia adalah
mahkluk moral dan mahkluk social. Dalam bergaul manusia harus mematuhi
norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
0 comments:
Post a Comment